Alfa Gabriel Anugerah
Rabu, 27 Juni 2012
Makalah Occupied bed/mengganti alat tenun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Merapikan tempat tidur
merupakan tanggung jawab perawat. Perawat menjaga kebersihan dan kemyamanan
tempat tidur. Hal ini memerlukan pemeriksaan yang sering untuk memastikan linen
tempat tidur bersih, kering, dan bebas kerutan. Perawat biasanya merapikan tempat
tidur klien setelah klien mandi, selama klien mandi atau showering,
atau ketika klien keluar ruangan untuk tes atau prosedur. Sepanjang hari
perawat meluruskan linen yang makanan setelah makan dan menjadi basah
atau kotor. Linen tempat tidur yang basah atau kotor harus diganti.
I.2 . Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengerti
dan memahami mengenai “cara-cara merapikan tempat tidur danmengganti alat tenun dengan pasien di atasnya’’
1.2.2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami mengenai :
1.
Cara mengganti
alat tenun dengan pasien di atasnya
2.
Cara Merapikan tempat tidur dengan
baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Occupied bed adalah mengganti alat
tenun kotor pada tempat tidur klien tanpa memindahkan klien.
2.2. Tujuan
1.
Memberikan perasaan senang pada
klien
2.
Mencegah terjadinya
dekubitus
3.
Memelihara kebersihan dan
kerapihan
2.3. Persiapan
alat
1.
Alat tenun bersih disusun
menurut pemakaiannya
2.
Kursi/bangku
3.
Tempat kain kotor yang
tertutup
4.
Dua ember kecil berisi
larutan desinfektan dan air bersih
5.
Lap kerja 3 buah
2.4. Pelaksanaan
1.
Perawat cuci tangan
2.
Alat-alat yang telah
disiapkan dibawa ke dekat klien
3.
Bersihkan rangka tempat
tidur
4.
Bantal dan selimut klien
yang tidak perlu ditaruh di kursi (bila keadaan klien memungkinkan / tidak mengganggu
klien)
5.
Klien dimiringkan ke satu
sisi (kalau perlu diganjal dengan bantal/guling supaya tidak jatuh)
6.
Lepaskan alat tenun pada bagian
yang kosong, dari bawah kasur lalu gulung satu per satu sampai dengan di
bawah punggung klien
a.
Stik laken digulung ke tengah tempat
tidur sejauh mungkin
b.
Perlak dibersihkan dengan larutan
desinfektan dan keringkan lalu digulung ketengah tempat tidur sejauh mungkin
c.
Laken/sprei besar digulung ke tengah tempat tidur sejauh mungkin
7.
Alas tempat tidur dan kasur dibersihkan
dengan lap lembab larutan desinfektan lalu dilap dengan
lap kering
8.
Sprei besar bersih dibentangkan kemudian digulung ½ bagian,
gulungannyadiletakkan di bawah punggung klien, ½ bagian lagi diratakan dan
dipasangkan di bawah kasur
9.
Perlak digulung diratakan
kembali
10. Stik laken bersih dibentangkan di atas perlak, ½ bagian digulung dan
diletakkan di bawah punggung klien, ½ bagian lagi diratakan di atas
perlak, lalu dimasukkan ke bawah kasur bersama dengan perlak
11. Setelah selesai dan rapi pada satu bagian, klien dimiringkan ke arah
yang berlawanan yang
tadi telah dibersihkan
12. Lepaskan alat tenun yang kotor dari bawah kasur
13. Stik laken diangkat dan masukkan pada tempat kain kotor
14. Perlak dibersihkan seperti tadi kemudian digulung ke tengah
15. Laken kotor dilepaskan dan masukkan ke tempat kain kotor
16. Alas tempat tidur dan kasur dibersihkan seperti tadi
17. Laken dibuka gulungannya dari bawah punggung klien, tarik dan ratakan
setegangmungkin kemudian masukkan ke bawah kasur
18. Perlak dan sprei dipasang seperti tadi
19. Sarung bantal dan guling yang kotor dilepas dan diratakan isinya
kemudian sarungyang bersih dipasang
20. Bantal disusun, klien dibaringkan kembali dalam sikap yang nyaman
21. Selimut kotor diganti yang bersih
22. Alat-alat dibereskan dan dikembalikan ke tempatnya
23. Cuci tangan
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Dari
pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa untuk memberikan penggatian tenun
pada pasien bertujuan untuk memberikan perasaan senang pada
klien, mencegah
terjadinya dekubitus, memelihara kebersihan dan kerapihan serta dalam mengganti tenun tempat tidur
pasien membutuhkan beberapa peralatan dan dilakukan dendan cara yang
benar,sehingga tetep memberikan kenyaman kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Kusyati,Ns.Eni,dkk.2006.Keterampilan dan Prosedur Laboratorium
Keperawatan Dasar.Jakarta: EGC
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Asuhan
keperawatan bagi klien berduka dimulai dengan menetapkan makna kehilangan. Hal
ini menjadi sulit jika klien tidak mau mengekspresikan perasaan atau mengalami
syok atau menyangkal. Perawat mengamati respon terhadap kehilangan tersebut.
Perawat menggunakan pertanyaan terbuka dan pertanyaan reflektif seperti “ anda tampak kuatir dengan kondisi saudara
laki-laki anda” atau”ketika dokter menginformasikan kepada anda tentang hasil
pemeriksaan, anda tampak sangat ketakutan. Apa yang anda pikirkan?” respon ini
sangat penting dan member makna pada perasaan seseorang. Komunikasi terbuka mencoba untuk mencapai
tujuan berikut : (1) komunikasi terbuka memungkinkan klien membuat jarak dan
kecepatan. (2) komunikasi terbuka mencerminkan: bahwa memungkinkan klien untuk
menemukan jawaban atas pertanyaan mereka sendiri. (3) komunikasi terbuka
memberikan kepastian bahwa setiap topic adalah terbuka untuk dipertimbangkan
(Doka,1993). Perawat menunjukkan penerimaan terhadap semua reaksi dukacita. Misalnya
jika klien mulai menangis ,perawat terap tenang untuk siap memberikan
ketenangan kepada klien ,ketimbang mengabaikan klien pada waktu yang sangat
dibutuhkan. Mengharagai duka cita melalui sentuhan yang sesuai dengan waktu dan
tempat serta perhatian akan meningkatkan
kepercayaan.
Perawat
seing menjadi target kemarahan klien dan
keluarganya. Karena sulit untuk menerima klien secara pribadi , perawat mungkin
merespon dengan menghindari klien dan keluarganya . untuk dapat menghadapi
kemarahan secara efektif perawat harus
menelaah perasaan dan responnya sendiri terhadap marah. Dengan peningkatan kesadaran terhadap respon
pribadi tentang kemarahan ,perawat perawat akan lebih baik dalam memberikan
dorongan kepada klien untuk mengekspresikan marahnya. Perawat membiarkan klien dan
keluarganya untuk mengetahui bahwa pengekspresian seperti ini adalah normal.
Misalnya , perawat dapat mengatakan “ anda jelas sangat marah. Demikian juga
orang lain dalam situasi seperti ini. Saya hanya memberitahu anda bahwa saya
bersedia untuk berbicara dengan anda jika anda menginginkannya.”
Perawat
tidak boleh membuat rintangan untuk onunikasi. Komunikasi terhambat oleh adanya
penyangkalan dukacita klien, pemberian keterangan palsu, atau penghindaran
untuk membahas masalah. Misalnya, ketika klien mengekspresikan marah tentang
penyakit terminal, peraway harus mengindari membuat pernyataan seperti j”jangan
kuatir, anda akan hidup lebih lama dari kita semua “atau “karena anda marah
mengapa kita tidak membicarakan hal yang lain saja?”
Perawat
juga harus menghindari pemberian nasihat atau menganalisis kemungkina penyebab
kehilangan atau perilaku klien. Pernyataan seperti “semua adlah kehendak Tuhan”
atau “Anda kan mersa lebih baik jika anda beinteraksi lebih banyak dengan orang
lain”. Tidak ada topic yang harus dihindari dimana klien menjelang ajal ingin
membahasnya. Klen lebih mungkin untuk menceritakan tetang keamatian dengan
seseorang yang menengarkan dan mengekspresikan perhatian dengan tulus
mengasihi. Klien mungkin membuat pernyataan terbuka seperti terbuka seperti “dokter bicara dengan saya hari ini”
mengharapkan bahwa perawat sangat merespons.
Sering kali masalah yang timbul dalam pemberian perawatan akan
mempengauhi tujuan pengobatan, yaitu apakah tujuan pengobatan adalah pengobatan
agresif dengan harapan terjadi pemulihan atau pengobatan paliatif ketika tidak
ada lagi peluang untuk pemulihan. Ketika harapan klien dan keluarganya berbeda
dari tim yang pemberi perawatan kesehatan, maka perawat harus bersikap cermat.
Harapan klien tidak boleh terlambat sebelm klien meninggal(DOKA, 1993).
Jika klien kehilangan
semua harapan, mungkin terdapat kepasrahan psikologis dan fisik prematur
terhadap kematian. Hal ini bergantung pada persepsi klien tentang nilai dan
keefektifan diri. Perawat mendukung harapan klien dengan membantu kembali klien
meraih control., martabat,dan harga diri. Hal ini dilakukan dengan berfokus
pada situasi saat ini dan masa mendatang, dengan menekankan potensi dan kempuan
yang masih tersisa, dan dengan menyusun peristwa ehidupan untuk mengubah rasa
predikbilitas dan kontitunuitas. Perawat mencari cara untuk memlihara
pencapaian yang menyebabkan kepuasan dan antisipasi. Perawat mendorong klien
dan keluarganya untuk mengenang kebahagiaan dan keberhasilan sebelumya.
Penolakan terhadap mati
atau penerimaan ketidakberdayaan adalah suatu motivator. Klien yang tetap
mempunyai rasa percaya diri dan pasti, meskipun menderita penyakiy parah,
adalah klien yang mampu lebih baik untuk menoleransi efek samping pengobatan
dan sering hiduplebih lama daripada yang diperkirakan. Dengan meyuluh dan
membantu klien dan keluarganya menidetifikasi tanda dini keputusasaan dan
kehilangan (seperti mengajukan sedikt pertanyaan tentang pengobatan,
menghindari pembahasan kondisi klien, menolak untuk makan, atau mengabaikan
upaya untuk mempertahankan hygiene personal , perawat dapat membantu klien
melanjutkan perilaku yang hidup sehat.
Makalah KDM "Koping"
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Kehilangan
dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yanh bersifat universal
dan unik secara individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian.
Seorang anak yang mulai belajar berjalan mencapai kemandiriannya dengan
mobilitas. Seorang lansia dengan perubahan visual dan pendengaran mungkin
kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan perawatan di rumah sakit sering
melibatkan berbagai kehilangan.
Perawat
bekerja bekerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Duka cita adalah respon alamiah terhadap kehilangan. Penting
artinya untuk memperhatikan bahwa apapun yang dikatakan disini tentang proses
duka cita dan kehilangan terdapat dalam perspektif sosial dan historis mungkin
berubah sepanjang waktu dan situasi. Perawat membantu klien untuk memahami dan
menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan klien dapat
berlanjut.
Manusia
dapat mengantisipasi kematian. Hal ini dapat menyebabkan banyak reaksi termasuk
ansietas, perencanaan, menyangkal, mencintai, kesepian, pencapaian dan kurang
pencapaian. Kematian dapat merupakan suatu pengalaman yang luar biasa sehingga
dapat mempengaruhi seseorang menjelang ajal dan keluarga, teman, dan pemberi
asuhan mereka. Cara seseorang meninggal menerminkan gaya kehidupan orang
tersebut, latar belakang budaya, keyakinan, dan sikap tentang kehidupan dan
kematian.
2.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah :
·
Bagaimana peran perawat dalam membantu
klien dengan masalah yang berhubungan dengan kehilangan, kematian dan dukacita?
·
Bagaimana perbandingan fase berduka dari
Engel, Kubler-Ross dan rando?
·
Apa saja kategori kehilngan?
·
Apa saja factor yang mempengaruhi reaksi
klien terhadap kehilngan dan kemampuan koping?
·
Bagaimana karakteristik seseorang yang
mengalami dukacita?
·
Bagaimana perbandingan dukacita yang
tampak setelah kehilangan, dukacita adaktif dan dukacita mal adaktif?
·
Bagaimana rencana perawata untuk klien
atau keluarga yang mengalami dukacita?
·
Bagaimana intervensi bagi klien yang berduka untuk memberikan
peraatan sensitif dalam mendukung klien dan keluarga untuk melewai dukacitanya.
·
Bagaimana peran perawat memenuhi kebutuhan rasa yang nyaman dan kasih
sayang pada klien menjelang ajal.
·
Bagaimana cara perawat membantu keluarga
dalam merawat klien menjelang ajal.
·
Bagaimana peran hospice dalam memenuhi
kebutuhan klien menjelang ajal dan keluarganya.
·
Bagaimana pengaruh factor dalam merawat
jenazah etelah kematian.
·
Bagaimana peran perawat dalam pengalaman
kehilangan yang dialaminya sebagaimana hal tersebut mempengaruhi pemberian
perawatan klien berduka.
·
Bagaimana cara perawat dapat memenuhi
kebutuhan yang berhubungan dengan kehilangan.
3.
TUJUAN
3.1 Tujuan
Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah : untuk
menambah pengetahuan, wawasan serta potensial perawat dalam menjalankan
tugasnya untuk mengayomi masyarakat (pasien).
3.2 Tujuan
Khusus
Tujuan
khusus penulisan makalah ini adalah :
1. Mengidentifikasi
peran perawat dalam membantu klien dengan masalah yang berhubungan dengan
kehilangan, kematian dan dukacita.
2. Menggambarkan
dan membandingkan fase berduka dari engel, kubler-ross dan rando.
3. Mendiskusikan
lima kategori dasar kehlangan.
4. Menyebutkan
factor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap kehilngan dan kemampuan koping.
5. Menggaambarkan
karakteristik seseorang yang mengalamii dukacita.
6. Membandingkan
dan menyoroti berduka setelah kehilangan, dukacita adaktif dan dukacita
maladaptive.
7. Mengembangkan
rencana perawatan untuk klien atau keluarga yang mengalami dukacita.
8. Mengimpletasikan
intervensi bagi klien berduka untuk memberikan perawatan senitif yang mendukung
klien dan keluarga dalam upaya melewati dukacita mereka.
9. Menggambarkan
bagaimana perawat memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan kasih sayang pada klien
menjelang ajal.
10. Menjelaskan
cara merawat membantu keluarga dalam merawat klien menjelang ajal.
11. Mendiskusikan
peran hospice dalam memenuhi kebutuhan klien menjelang ajal klien dan keluarganya.
12. Mendiskusikan
pentingnya factor dalam merawat jenazah setelah kematian.
13. Mendiskusikan
peran perawat dalam pengalaman kehilangan yang dialaminya sebagaimana hal
tersebut mempengaruhi pemberian perawatan klien berduka.
14. Mengidentifikasi
dua cara perawat dapat memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan kehilangan.
4.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini
adalah dengan menggunakan metode kepustakaan. Yaitu mencari dan mengumpulkan
informasi-informasi dari buku dan media elektronik (internet).
BAB II
PEMBAHASAN
1.
KEHILANGAN, KEMATIAN, DUKA CITA dan KEPERAWATAN
1.1 Dukacita, berkabung, dan Kehilangan
Karena Kematian
Kehilangan Karena kematian adalah suatu keadaan pikiran,
perasaan, dan aktifitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah proses
mengalami reaksi psikologis, social, dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan
(Rando,1991). Respons ini termasuk keputusasaan,
kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan, rasa bersalah, dan marah. Berkabunga dalah proses
yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati duka cita.
Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi
yang lebih efektif dengan mengintegrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup klien .Worden (1982) menggaris bawahi empat tugas duka cita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan,
dan Harper (1987) merancang tugas dalam akronim
“TEAR”.
1. T
--- Untuk menerima realitas dari kehilangan
2. E
--- Mengalami kepedihan akibatkehilangan
3. A
--- Menyesuaikan lingkungan
yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri
yang hilang
4. R
--- Memberdayakan kembali energi emosional ke dalam hubungan yang baru
Perawat dapat membantu klien dan keluarganya dalam memahami dan berupaya melewati tugas ini ketika tugas tersebut sesuai dengan situasi unik mereka. Perawat belajar untuk mencari dukungan dari sesama perawat untuk mengekspresikan kekuatiran mereka tentang menghadapi klien yang memiliki penyakit terminal.
1.2 Respon
Duka Cita Khusus
Respon terhadap duka cita khusus ada 2, yaitu :
a) Duka
Cita Adaftif
Duka cita adaptif termasuk
proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan psikososial. Duka cita yang adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang
mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik.Duka cita adaptif menjelang ajal mencakup melepas harapan, impian, dan harapan terhadap masa depan jangka panjang.
Duka cita adaptif bagi klien menjelang ajal mempunyai akhir
yang pasti. Hal tersebut akan berlanjut sejalan dengan kematian klien, meskipun duka cita berlanjut, tetapi duka cita tersebut tidak lagi adaptif.
b) Duka Cita Terselubung
Duka cita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan
yang tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas, atau
di dukungan secara sosial. Duka cita mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan antara yang berduka dan meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang di kenal, yaitu mencakup teman,
pemberi perawatan, dan rekan kerja atau hubungan
non-tradisional, seperti hubungan diluar perkawinan atau hubungan homoseksual dan mereka
yang hubungannya terjadi pada masa lalu, seperti bekas pasangan.
Keunikan dari duka cita terselubung menimbulkan situasi dimana perawat sering menjadi pengganti
social dan kekeluargaan bagi klien.
Hal ini juga mengharuskan perawat berfokus pada masalah diri mereka sendiri terhadap perhatian dan penerimaannya seputar kepedihan,
ketakutan yang berpotensi terjadi,
dan mempermalukan gaya hidup dan pengalaman kehilangan yang diakibatkannya.
1.3
Konsep
dan Teori Berduka
Duka citaa dalah respon normal terhadap setiap kehilangan. Perilaku dan perasaan yang berkaitan dengan proses berduka terjadi pada individu
yang menderita kehilangan seperti perubahan fisik atau kematian teman dekat. Proses ini juga terjadi ketika individu menghadapi kematian mereka sendiri.
Seseorang yang menglami kehilangan,
keluarganya, dan dukungan
sosial lainnya juga mengalami duka cita.
Macam-macam
konsep dan teori berduka cita ada 3 macam, yaitu : Teori Engel, Teori Kubler-Ross,dan
Teori Rando
a)
TEORI ENGEL
Engel mengajukan bahwa proses berduka mempunyai tiga fase yang dapat di
terapkan pada seseorang yang berduka dan menjelang kematian.
Diantaranya :
a.
individu menyankal
realita kehidupan dan mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak, atau
menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat mencakup pingsan, berkeringat,
mual, diare, gelisah, insomnia, dan keletihan.
b.
Individu mulai merasa
kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin mengalami keputusasaan. Secara mendadak
terjadi marah, rasa bersalah, frustasi, depresi dan kehampaan.
c.
Dikenali rasa kehilangan.
Kehilangan telah jelas bagi individu yang telah mengenal hidup. Dengan fase ini
seseorang beralih dari tingkat fungsiemosi dan intelektual yang lebih rendah ke
tingkat yang lebih tinggi.
b)
Tahapan menjelang ajal
menurut KUBLER-ROSS
Kerangka kerja yang di berikan oleh Kubler-Ross berfokus pada perilaku yang
mencakup lima tahapan.
- Pada tahap menyangkal individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan dapat menolak untuk mempercayaibahwa telah erjadi kehilangan.
- Pada tahap marah individu dapat melawan kehilangan dan bertindak pada seseorang dan segala sesuatu di lingkungan sekitarnya.
- Pada tahap tawar menawarindividu mungkin berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan.
- Pada tahap depresi terjadi ketika kehilangan di sadari sehingga individu selalu mersa kesepian dan menarik diri.
- Pada tahap ke lima dicapai suatu penerimaan seperti penerimaan lebih sebagai menghadapi situasi ketimbang menyerah untuk pasrah atau putus asa.
c)
Fase berduka menurut RANDO
Rando mendefinisikan respon berduka menjadi tiga kategori diantaranya : penghindaran
dimana terjadi syok, menyangkal dan ketidakpercayaan. Konfrontasi dimana
terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien berulang melawan
kehilangan mereka dan kedukaan paling dalam dabn dirasakan paling akut. Akomodasi
ketika terdapat secara bertahap penurunan kedukaan akut dan memasuki kembali
secara emosionaldabn sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk
menjalani hidup dengan kehilangan mereka.
PerbandinganTigaTeori
Proses Berduka
|
||
Engel
(1964)
|
Kübler-Ross
(1969)
|
|
Syokdantidakpercaya
|
Menyangkal,
marah, tawar menawar
|
Penghindaran
|
Mengembangkan Kesadaran
|
Depresi
|
Konfrontasi
|
Mengenali danr estitusi
|
Penerimaan
|
Akomodasi
|
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
DUKA CITA
Selama pengkajian perawat
tidak boleh berasumsi tentang bagaimana atau bila klien atau keluarganya
mengalami dukacita. Perawat harus menghindari membuat asumsibahwa perilaku
tertentu menandakan dukacita, sebaliknya perawat harus memberi kesempatan
kepada klien untuk menceritakan apa yang sedang terjadi dengan cara mereka sendiri.
Perawat bisa mewawancarai
klien dan keluarganya, dengan menggunakan komunikasi yang tulus dan terbuka,
dengan menekankan keterampilan mendengar dan mengalami respon dan perilaku.
Beberapa faktor yang
mempengaruhi cara setiap individu yang merespon kehilangan. Karakteristik
personal termasuk usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan pendidikan
mempengaruhi respon terhadap kehilangan.
2.1 Karakteristik Personal
Usia-usia
memainkan peran dalam pengenalan dan reaksi terhadap kehilangan. Respon anak
beragam sesuai dengan usia, pengalaman kehilangan sebelumnya, hubungan dengan
yang meninggal, kepribadian, persepsi tentang kehilangan yang mereka miliki,dan
yang terpenting, resppon keluarga mereka terhadap kehilangan ( lihat kotak)
Meskipun
anak-anak mungkin tidak memahami konsep kematian karna usia mereka tetap
mengembangkan persepsi tentang apa makna kehilangan bagi mereka. Mereka
terutama perseptif terhadap perubahan dalam perbedaan perilaku orang tua
mereka. Orang tua mungkin memilih untuk menghindari pembahasan tentang
kehilangan, tetapi mereka tidak dapat menyembunyikan duka cita mereka. Mereka
mungkin dapat menyembunyikan air mata mereka , tetapi mereka tidak dapat
menyembunyikan emosi mereka dalam menghadapi kehilangan. Orang tua yang
menyembunyikan duka cita mereka dari anak-anaknya dapat memberi kesan yang salah tentang
kehilangan seseorang yang dicintai sebagai sesuatu yang tidak berarti.
Anak-anak
pada setiap kelompok usia dapat merasa bertanggung jawab terhadap kematian.
Kapasitas mereka tentang “ berpikiran magis” , atau prilaku yang ditujukan
kepada orang yang mereka cintai mungkin menyebabkan kematian. Anak-anak mungkin
merasa bersalah karna tetap hidup, tetap sehat, atau mempunyai permintaan untuk
kematian orang yang mereka cintai (wheeler 7 pike,1993).
Dewasa
muda menghubungkan kehilangan dengan signifikansinya terhadap status, peran,
dan gaya hidup. Kehilangan pekerjaan atau kesejahteraan ekonomi, perceraian,
atau kerusakan fisik menyebabkan duka cita lebih mendalam dan mengancam
keberhasilan. Konsep dewasa muda tentang kematian sebagian besar merupakn produk dari keyakinan keagamaan dan kultural.
Kematian seorang dewasa muda terutama sekali dipandang sebagai hal yang teragis
oleh masyarakat karna kematian tersebut adalah kehilangan kehidupan seseorang
yang disadari sebagai suatu potensi.
Individu
usia baya mulai menyadari bahwa kemudaan dan kebugaran fisik tidak dapat
dijadikn jaminan. Orang dewasa mulai menelaah kembali tentang hidup untuk
mempertimbangkan pilihan yang tersedia untuk mencapai kesempurnaan. Individu
mulai sensitif terhadap perubahan fisik karna penuaan. Setiap jenis kehilangan
dalam fungsi fisik dapat menyebabkan duka cita. Kehilangan seseorang yang
mempunyai hubungan dekat menyebabkan ancaman bermakna terhadap gaya hidup.
Orang dewasa yang berorientasi terhadap karier bisanya telah mencapai puncak
propesional. Setiap kehikangan pekerjaan atau kemampuan untuk melakukan
pekerjaan menyebaban duka cita yang sangat besar. Orang dewasa tengah mengetahui
bahwa waktu adalah hal yang utama dan hidup adalah terbatas.
Lansia
sering mengalami banyak kepuasan hidup
jika dibandingkan dengan yang berusia muda. ada mitos bahwa kegunaan dan
kenikmatan hidup berakhir pada usia tertentu . adalah benar bahwa mungkin lama
seseorang hidup dan membentuk ikatan cinta, makin banyak kecendrunagn untuk
mengalami kehilangan. Seorang lansia mengalami penumpukan kedukaan akibat dari
banyak perubahan. Lansia sering takut tentang kejadian sekitar kematian
melebihi kematian itu sendiri. Mereka mungkin merasa kesepian,isolasi,
kehilangan peransisial, penyakit yang berkepanjangan, dan kehilangan
determinasi diri dan jati diri sebagai sesuatu yang lebih buruk dari kematian(
rando, 1986, kastenbaum, 1991).
Peran Jenis Kelamin. Reaksi kehilanagn dipengaruhi oleh
harapan sosial tentang peran pria dan wanita. Dalam banyak budaya di amerika
serikat dan kanada, umumnya lebih sulit bagi pria dibandingakn dengan wanita
untuk mengekspresiakan dua cita secara terbuka. Perawat harus waspada terhadap hal ini dan memvalidasi perasaan k.lien,
reaksinya, dan makna personal yang melekat dengan kehilangan tersebut. Pria dan
wanita melekatkan makna berbeda terhadap bagian tubuh, fungsi, hubungan
interpersonal, dan benda.
Pendidikan dan status sosioekonomi. Kehilanagan adalah universal,dialami oleh
setiap orang, apa pun status sosioekonomi mereka. Pengkajian status
sosioekonomi klien penting karna hal tersebut mempengaruhi kemampuan klien
untuk menggunakan pilihan dan dukungan ketika mereka menghadapi kehilangan.
Umumnya, kekuranagan sumber finansial, pendidikan, atau keterampialn pekerjan
mamperbesar tuntutan pada pihak yang mengalami dukacita.
2.2 Sifat Hubungan
Karakteristik
hubungan dan fungsi kehilangan yang dilakukan oleh almarhum atau almarhumah
dalam kehidupan individu yang ditinggalkan adalah variabel penting untuk dikaji
dalam pengalaman berrduka. Pepatah mengatakan bahwa kehilangan oarang tua anda
berarti kehilangan masa lalu anda, kehilangan pasanagan anda berarti kehilangan
masa kini anda, dan kehilangan anak anda berarti kehilangan masa depan anda.
Literatur mendukung keyakinan bahwa kehilangan akan menciptakan respons
dukacita yang palng dalam (saunders, 1992). Kematian seorang anak sering
traumatis karna ini bersifat prematur. Oang tua sering merasa bersalah
danmenyalahkan diri mereka sendiri.
Reaksi
terhadap kehilangan orang tua bergantung pada kualitas hubungan. Kematian irang
tua yang sudah begitu menyayangi, atau ketika yang dapat bertahan hidup adalah
hanya seorang anak, maka besar kemungkinan menyebabkan dujka yang kebih dalam
bagi anak tersebut.
Makna
hubungan pada pengalaman duka aakan mempengaruhi respns dukacita, apakah
kehilangan tersebut akibat kematian, perpisahan, atau bercerai. Mereka yang
sangat bergantumg pada orang yang meninggal sering mempunyai lebih banyak
masalah dibanding orang lain, ketika mereka mencoba untuk berpisah denagab
hubungan yang hilang dan menetapakn hubungan baru. Hubungan dang ditandai
dengan ambivalen yang ekstrem lebih sulit untuk diselesaikan dibandingakn
hubungan yang normal.
Salah
satu peristiwa yang paling menyulitkan dalam hidup adalah kehilangan pasangan.
Jika pasangan hidup biasanya membagi tanggung jawab rumah tangga, kehilangan
pasangan dapat menyebabkan pasangan menjadi kurang terampil dalam menghadapi
tanggung jawab keseluruhan. Jika anak-anak masih tinggal serumah, maka orang
tua secara emosional kewalahan dengan tanggung jawab ekstra. Kehilangan
pasangan seksual dapat mmempengaruhi persepsi pasangan yang ditinggalkan
tentang seksualitas dan keinginan untuk melakuakan hubungan seks.kehilanagan
pasangan juga menimbulkan kesulitan bagi pasangan yang di tinggalkan untuk
membina hubungan baru atau untuk mempertahankan hubungan yang sebelumnya sudah
terbina dan dibentuk bersama.
Keluarga
harus mengintegrasikan pengalaman penyakit dari anggota keluarga kedalam
kehidupan mmereka yang sedang berjalan. Sepanjang masa sakit, keluarga harus
terus berfungsidean berkembang, untuk mengatasi semua masalah dan kebutuhan
yang terdapat sebelum diagnosis. Keluarga, seperti juga halnya klien, harus
menghadapi serangkaian tugas sepanjang fase penyakit yang mengancam hidup, dan
mereka akan mempunyai berbagai tingkat keberhasialn dalam mengatasi berbagia
masalah yang mereka hadapi ( doka, 1993).
2.3 Sistem Pendukung Sosial
Dukungan
sosial dapat mempengaruhi respons klien terhadap dukacita. Seperti kehilangan rumah saat bencana alam, sering
memunculkan dukungan dari sumber yang
tidak diperkirakan. Seseorang yang
mengalami kehilangan yang kurang dapat
dilihat atau yang tidak tampak, seperti
keguguran atau kehilangan yang secara
sosial yang dianggap tidak dapat diterima. Jika klien tidak menerima keharuan dan dukungan yang
tidak menghakimi, maka mereka kehilangan bantuan penting yang
memungkinkan mereka untuk mengatasi dukacita. Kurangnya
dukungan biasanya menyebabkan kesulitan dalam keberhasilan resolusi berduka (Rando 1991)
Dukungan
harus tersedia ketika klien yang berduka melalui proses bekabun. Berbagai
pengalaman dengan individu yang pernah berkabung dan pendukung bermanfaat sebagai dukungan
yang dibutuhkan. Namun, bahkan ketika
hal ini diberikan, umumnya klien yang berduka belum dapat memanfaatkan kesempatan tersebut.
2.4 Sifat
kehilangan
Kemampuan
untuk menyelesaikan bersuka bergantung pada
makna kehilangan dan situasi disekitarnya. Visibilitas kehilangan mempengarui dukungan yang diterima. Durasi perubahan (mis apakah hal tersebut bersifat
sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuiliblium fisis,psikologis,dan sosial.
Rando(1984) menciptakan istilah death surroud (seputar kematian) untuk menggambarkan faktor yang mempengaruhi kemampuan orang yang
ditinggal untuk melalui prosed berduka, namun
kehilangan secara tiba-tiba dan kehilangan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang
lambat. Kematian karena
tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan
atau pelalaian diri akan lebih sulit untuk diterima. Penelitian lain menunjukan bahwa yang ditinggalkan
oleh klien yang mengalami sakit selama 6
bulan atau kurang memenuhi kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi
diri mereka lebih banyak, dan lain mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan.
2.5 Keyakinan
dan Spiritual Budaya
Nilai, sikap, keyakinan dan
kebiasaan adalah aspek kultural yang
mempengarui reaksi terhadap kehilangan, dukacita, dan kematian. Latar
belakang keluarga dan dinamika keluarga mempengaruhi pengekspresian berduka.
Keyakinan
spritual mencangkup praktik, ibadah dan ritual. Seseorang
individu mungkin akan menemukan dukungan melalui keyakinan-keyakimnan spritual. Sering
kali orang yang mengalami dikacita berbalik kembali kepada agama formal untuk
mendapat kekuatan dan dukungan. Perawat harus waspada terhadap makna praktik
keagamaan, tidak hanya pada klien tetapi juga kepada
keluarganya.
Bagi sebagian klien kehingan menimbulkan banyak
pertanyaan tentang makna hidup,ni lai pribadi,dan
keyakinan. Secara khas hal ini ditunjukan dengan respan “mengapa
saya?’’ konflik keyakinan juga dapat
terjadi. Perawat yang ingin
melakukan apa yang dapat mereka lakukan
untuk memenuhi kebutuhan klien menjelang kematian yang akan bergantung
pada keharuan dan kasih sayang yang
dibarengi dengan perasaan apa yang
diperlukan untuk mempertaruhkan intergritas spritual
2.6 Kehilangan Tujuan Hidup pribadi
Setiap
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan pribadi merupakan kehingan yang
signifikan, penting artinya untuk memenuhi kebutuhan klien dalam
kaitannya dengan kehilangan yang sudah dialami. Makin
banyak tujuan yang dimiliki seseorang, makin
besar kemungkinan seseorang tersebut untuk mampu mengadaptasi kehilangan. Jika
klien mempunyai banyak cara atau pilihan untuk mencapai tujuan maka klien
mempunyai lebih dari satu strategi koping.
2.7 Harapan
Harapan
adalah kekuatan hidup multidimensi yang terus berubah. Harapan ditandai dengan rasa percaya. Harapan
biasanya timbul sepanjang pengalaman penyakit yang mengancam hidup, ketika
klien tidak memikirkan tentang pertumbuhan, keluarga
memberikan kesempatan yang tidak terbilang hanya untuk melakukan hal tersebut.
Sepanjang
perjalanan penyakit, sebelum diagnosis
ditegakan,harapan biasanya berpusat pada gejala baik yang tidak menghilang atau
tidak mempunyai efek serius. Harapan tentang penyembuhan atau remisi dapat berlanjut dapat berlanjut sepanjang fase kronis.
2.8 Fase Duka Cita
Mengamati klien yang berduka memungkinkan perawat
mengembangkan sensitivitas tentang bagaimana mempengaruhi
seseorang. Orang tidak mengalami dukacita dengan cara yang
tetap sama. Namun, demikian
terdapat pola : misalnya orang dalam
keadaan syok atau tidak percaya bertindak secara berbeda
Kemampuan
untuk mengenal prilaku yang menandai berduka membantu perawat membuat diagnosa
keperawatan dan mengidentifikasi cara berkomonikasi dan mendukung klien dan
keluarganya.
2.9 Duka Cita Klien Menjelang Ajal dan Keluarganya
Makna kematiann sangat beragam bagi individu. Perawat
terutama sekali merawat klien menjelang ajal dirumah rumah sakit atau unit
rawat jalan. Namun demikian, sepanjang dengan
perkembangan organisasi.
Klien
menjelang ajal dan orang terdekat mereka mengalami banyak emosi. Setiap
emosi mengalami tujuan. Perawat tidak perlu
mengidentifikasi fase dukacita klien dengan dasar prilaku atau emosi tunggal. Ketika
klien dan keluarga menghadapi kematian, perawat dapat
memberikan dorongan kepada klien untuk mendiskusikan perasaan mengenai meninggalkan
Perawat mengalami prilaku dan gejala fisik yang dapat menujukan dukacita. Gangguan saluran cerna seperti salah cerna mual dan muntah. Keletihan dan penurunan tingkat aktifitas mungkin juga terjadi. Gejala fisik tunggal, seperti halnya prilaku, tidak mengarah pada diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan dukacita
Kematian klien terjadi dalam kontek sosial.bahkan dalam fase menjeleng ajal, keluarga mulai mengatur diri mereka, klien tidak lagi dapat memenuhi jumlah dan tipe pran yang sama. Perawat mengkaji proses berduka keluarga, mengenali bahwa mereka mungkin menghadapi aspek berbeda dari dukacita dibanding dengan klien.
Perawat mengalami prilaku dan gejala fisik yang dapat menujukan dukacita. Gangguan saluran cerna seperti salah cerna mual dan muntah. Keletihan dan penurunan tingkat aktifitas mungkin juga terjadi. Gejala fisik tunggal, seperti halnya prilaku, tidak mengarah pada diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan dukacita
Kematian klien terjadi dalam kontek sosial.bahkan dalam fase menjeleng ajal, keluarga mulai mengatur diri mereka, klien tidak lagi dapat memenuhi jumlah dan tipe pran yang sama. Perawat mengkaji proses berduka keluarga, mengenali bahwa mereka mungkin menghadapi aspek berbeda dari dukacita dibanding dengan klien.
2.10 Faktor Resiko Pada Orang yang
Ditinggal
Sejumlah
faktor resiko mempengaruhi apakah
seseorang dalam dukacita akan menderita penyakit
psikologis atau fisis selama dukacita. Indifikasi dini
tentang faktor resiko dan kesesuaian antervensi keperawatan dapat meningkatkan
kemampuan orang yang ditinggal untuk berduka secara efektif. Faktor
beresiko tinggi mencangkup faktor yang berkaitan dengan kematian spesifis, seperti
kematian mendadak, yang tidak diharapkan
(terutama ketika kematian tersebut bersifat traumatis, tindak
kekerasan, mutilasi, atau tidak
sengaja)
2.11 Duka Cita Perawat
Perawat
juga dapat berduka ketika bekerja bersama klien, terutama dengan
klien menjelang ajal, akibatnya peran
perawat dalam mendukung klien dan keluarga yang berduka menjadi rumit. Perawat
yang tidak menyadari masalah dukacita
mereka sendiri mempunyai lebih banyak kesulitan dalam menangani klien sebagai
individu yang unik. Perawat yang bekerja dengan klien
menjelang ajal ditantang untuk dapat mengatasi kematian, memahami
proses berduka dan menghargai pengalaman klien menjelang ajal, menggunakan
keterampilan mendengar yang efektif, menghargai
keterbatasan pribadi, dan mengetahui kapan waktu untuk
menjahui dan menjaga diri sendiri.
3.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perawat mengumpulkan data untuk membuat diagnosa
keperawatan mengenai dukacita atau reaksi klien terhadap duka cita (lihat kotak
proses diagnostik pada hal. 596). Mengidentifikasi batasan karakteristik yang
membentuk dasar untuk diagnosa akurat juga mengembangkan intervensi dalam
rencana perawatan.
Perilaku
yang memandang dukacita maladaptif termasuk yang berikut ini:
1.
Aktivitas
berlebihan tanpa rasa kehilangan.
2.
Perubahan dalam
hubungan dengan teman dan keluarga.
3.
Bermusuhan
terhadap orang tertentu.
4.
Depresi agitasi
dengan ketegangan,
agitasi, insomnia, perasaan tidak berharga, rasa bersalah yang berlebihan, dan
kecendrungan untuk bunuh diri.
5.
Hilang
keikutsertaan dalam aktivitas keagamaan dan ritual yang berhubungan dengan budaya klien.
6.
Ketidakmampuan untuk
mendiskusikan kehilangan tanpa menangis (terutama lebih dari satu tahun setelah
terjadi kehilangan).
7.
Rasa sejahtera
yang salah.
Contoh Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Dukacita
Dukacita Adaptif yang berhubungan dengan:
Ø potensial
kehilangan orang terdekat yang dirasakan
Ø potensial
kehilangan kesejahteraan fisiopsikososial yang dirasakan
Ø potensial kehilangan kepemilikan pribadi yang
dirasakan
Dukacita maladaptif yang berhubungan dengan:
Ø kehilangan objek potensial atau aktual
Ø rintangan respons berduka
Ø tidak ada antisipasi terhadap berduka
Ø penyakit terminal kronis
Ø kehilangan orang terdekat
Gangguan koping keluarga yang berhubungan dengan :
Ø Preokupasi sementara oleh orang terdekat yang mencoba
untuk menangal konflik emosional dan personal.
Ø Menderita dan tidak mampu untukmenerima atau
bertindak secara efektif dalam kaitannya dg kebutuhan klien.
Keputusan yang
berhubungan dengan :
Ø Kekurangan atau penyimpangan kondisi fisiologis
Ø Steres jangka panjang
Ø Kehilangan keyakinan nilai luhur atau yang maha
kuasa
Isolasi
Sosial yang berhubungan dengan :
Ø Sumber pribadi tidak adekuat
Respons berduka yang memburuk dan memanjang harus
diidentifikasi. Penting artinya bagi perawat untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan
sesuai dengan diagnosa.
Misalnya, disfungsi berduka yang berhubungan dengan kehilangan
pasangan akan membutuhkan intrvensi berbeda dengan disfungsi berduka yang berhubungan dengan kehilangan pekerjaan (lihat rencana asuhan dibawah)
(Kim et a. 1995).
Perawat mungkin juga mendiagnosa masalah kesehatan yang umum untuk klien berduka (mis. Jangguan pola
tidur). Hal ini mungkin telah cukup memadai untuk mmendapatkan perhatian cermat
dan pengembangan rencana asuhan yang terpisah untuk
menunjukkan masalah.
3.1 Perencanaan
Berduka adalah respons alamiah terhadap kehilangan.
Berduka mempunyai nilaiterapeutik, memberdayakan seseorang untuk dapat melewati
kehilangan mereka, mengumpulkan kembali pikiran dan perasaan mereka, dan
melanjutkan hidup dengan wawasan dan arah yang baru.
Tujuan bagi klien dengan kehilangan mencakup mengakomodasi dukacita,
menerima realitas kehilangan, mencapai kembali harga diri dan memperbaharui
aktivitas atau hubungan normal. Kebutuhan fisiologis, perkembangan dan
sepiritual juga harus dipenuhi.
Ketika merawat klien menjelang ajal, tanggung jawab
perawat termasuk mempertimbangkan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis dan
sosial yang unik. Perawat
harus lebih toleran dan rela untuk meluangkan waktu lebih banyak bersama klien
menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan dukacitanya. Tujuan
tambahan bagi klien menjelang ajal termasuk yang berikut :
1.
Mencapai kembali
dan mempertahankan kenyamanan
2.
Mempertahankan
kemandirian dalam aktivitas sehari hari
3.
Mempertahankan
harapan
4.
Mencapai
kenyamanan seperitual
5.
Meraih kelegaan
akibat kesepian dan isolasi
Klien menjelang ajal mungkin mengkhawatirkan situasi
dan dukacita dari orang yang ditinggalkan.
Selain membutuhkan bantuan dengan masalah yang berhubungan dengan penyakit dan stres emosional yang ditimbulkan.
Klien sering membutuhkan bantuan dalam masalah finansial, perubahan dalam
hubungan seksual dan sosial, dan kesulitan
dalam menghadapi rumah sakit.
3.2
Implementasi
Sensitivitas terhadap klien adalah yang paling penting agar perawat dapat berfungsi secara
efektif. Perawat juga harus sensitif terhadap budaya, etnisitas, gaya hidup, atau kelas sosial klien dan keluarganya. Mereka harus sensitif
terhadap keterbatasan dan sifat peran mereka sendiri. Mereka harus mengintervensi
secara sensitif dan mahir ketika
diperlukan. Jika klien ingin ingin menghindari perasaan emosional yang dapat diekspresikan ketika seorang membentuk
ikatan dengan klien yang sedang melawan
dengan hidup dan mati, maka perawat harus juga sensitif terhadap kebutuhan mereka sediri.
4.
KOMUNIKASI
TERAPEUTIK
Asuhan
keperawatan bagi klien berduka dimulai dengan menetapkan makna kehilangan. Hal
ini menjadi sulit jika klien tidak mau mengekspresikan perasaan atau mengalami
syok atau menyangkal. Perawat mengamati respon terhadap kehilangan tersebut.
Perawat menggunakan pertanyaan terbuka dan pertanyaan reflektif seperti “ anda tampak kuatir dengan kondisi saudara
laki-laki anda” atau ”ketika dokter
menginformasikan kepada anda tentang hasil pemeriksaan, anda tampak sangat
ketakutan. Apa yang anda pikirkan?” respon ini sangat penting dan member makna
pada perasaan seseorang. Komunikasi
terbuka mencoba untuk mencapai tujuan berikut : (1) komunikasi terbuka memungkinkan
klien membuat jarak dan kecepatan. (2) komunikasi terbuka mencerminkan: bahwa
memungkinkan klien untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mereka sendiri. (3)
komunikasi terbuka memberikan kepastian bahwa setiap topic adalah terbuka untuk
dipertimbangkan (Doka,1993). Perawat menunjukkan penerimaan terhadap semua
reaksi dukacita. Misalnya jika klien mulai menangis ,perawat terap tenang untuk
siap memberikan ketenangan kepada klien ,ketimbang mengabaikan klien pada waktu
yang sangat dibutuhkan. Mengharagai duka cita melalui sentuhan yang sesuai
dengan waktu dan tempat serta perhatian
akan meningkatkan kepercayaan.
Perawat seing
menjadi target kemarahan klien dan
keluarganya. Karena sulit untuk menerima klien secara pribadi, perawat mungkin
merespon dengan menghindari klien dan keluarganya. untuk dapat menghadapi
kemarahan secara efektif perawat harus
menelaah perasaan dan responnya sendiri terhadap marah. Dengan peningkatan kesadaran terhadap respon
pribadi tentang kemarahan, perawat
perawat akan lebih baik dalam memberikan dorongan kepada klien untuk
mengekspresikan marahnya. Perawat membiarkan klien dan keluarganya untuk
mengetahui bahwa pengekspresian seperti ini adalah normal. Misalnya, perawat
dapat mengatakan “ anda jelas sangat marah. Demikian juga orang lain dalam
situasi seperti ini. Saya hanya memberitahu anda bahwa saya bersedia untuk
berbicara dengan anda jika anda menginginkannya.”
Perawat tidak boleh
membuat rintangan untuk komunikasi. Komunikasi terhambat oleh
adanya penyangkalan dukacita klien, pemberian keterangan palsu, atau
penghindaran untuk membahas masalah. Misalnya, ketika klien mengekspresikan
marah tentang penyakit terminal, peraway harus mengindari membuat pernyataan
seperti j”jangan kuatir, anda akan hidup lebih lama dari kita semua “atau
“karena anda marah mengapa kita tidak membicarakan hal yang lain saja?”
Perawat juga harus
menghindari pemberian nasihat atau menganalisis kemungkina penyebab kehilangan
atau perilaku klien. Pernyataan seperti “semua adlah kehendak Tuhan” atau “Anda
kan mersa lebih baik jika anda beinteraksi lebih banyak dengan orang lain”.
Tidak ada topic yang harus dihindari dimana klien menjelang ajal ingin
membahasnya. Klen lebih mungkin untuk menceritakan tetang keamatian dengan
seseorang yang menengarkan dan mengekspresikan perhatian dengan tulus
mengasihi. Klien mungkin membuat pernyataan terbuka seperti terbuka
seperti “dokter bicara dengan saya hari ini”
mengharapkan bahwa perawat sangat merespons.
Sering kali masalah
yang timbul dalam pemberian perawatan akan mempengauhi tujuan pengobatan, yaitu
apakah tujuan pengobatan adalah pengobatan agresif dengan harapan terjadi
pemulihan atau pengobatan paliatif ketika tidak ada lagi peluang untuk pemulihan.
Ketika harapan klien dan keluarganya berbeda dari tim yang pemberi perawatan
kesehatan, maka perawat harus bersikap cermat. Harapan klien tidak boleh
terlambat sebelm klien meninggal(DOKA, 1993).
Jika
klien kehilangan semua harapan, mungkin terdapat kepasrahan psikologis dan
fisik prematur terhadap kematian. Hal ini bergantung pada persepsi klien
tentang nilai dan keefektifan diri. Perawat mendukung harapan klien dengan
membantu kembali klien meraih control., martabat,dan harga diri. Hal ini dilakukan
dengan berfokus pada situasi saat ini dan masa mendatang, dengan menekankan
potensi dan kempuan yang masih tersisa, dan dengan menyusun peristwa ehidupan
untuk mengubah rasa predikbilitas dan kontitunuitas. Perawat mencari cara untuk
memlihara pencapaian yang menyebabkan kepuasan dan antisipasi. Perawat
mendorong klien dan keluarganya untuk mengenang kebahagiaan dan keberhasilan
sebelumya.
Penolakan
terhadap mati atau penerimaan ketidakberdayaan adalah suatu motivator. Klien
yang tetap mempunyai rasa percaya diri dan pasti, meskipun menderita penyakiy
parah, adalah klien yang mampu lebih baik untuk menoleransi efek samping
pengobatan dan sering hiduplebih lama daripada yang diperkirakan. Dengan
meyuluh dan membantu klien dan keluarganya menidetifikasi tanda dini
keputusasaan dan kehilangan (seperti mengajukan sedikt pertanyaan tentang
pengobatan, menghindari pembahasan kondisi klien, menolak untuk makan, atau
mengabaikan upaya untuk mempertahankan hygiene personal, perawat dapat membantu
klien melanjutkan perilaku yang hidup sehat.
5.
PERAWATAN SETELAH KEMATIAN
Di
sebagian besar negara bagian dokter bertanggung
jawab untuk mencatat kematian dalam 45 catatan medis dengan menuliskan
waktu kematian dan deskripsi terapi dan tindakan yang dilakukan.dokter mungkin
membutuhkan persetujuan dari pihak keluarga untuk melakukan autopsi. Autopsi diperlukan dalam
kematian yang tidak wajar (mis. Trauma tindak kekerasan atau kematian tak
terduga yang terjadi di rumah)
Legislasi
federal mengharuskan rumah sakit untuk merumuskan autopsi dan prosedur untuk
identifikasi dan rujuan potensial donor bagi lembaga atau bank jaringan.
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan keluarga tentang ketepatan potensi
donor dalam memberi pilihan donasi organ, mata, atau jaringan. Pembahasan
tentang donasi harus dilakukan dengan sensitif. Anggota staf yang terlatih,
seringkali perawat, mendiskusikan dengan keluarga atau ahli waris, membuat
kepastian mereka bahwa donasi adalah suatu pilihan dan dibenarkan untuk
melakukan donasi.
Perawat
mungkin orang yang paling tepat untuk merawat tubuh klien setelah kematian
karena hubungan yang sudah terbina selama fase sakit, dengan demikian mungkin
perawat lebih sensitiv dalam menangani tubuh klien. Tubuh klien harus ditangani
secepat mungkin setelah kematian untuk mencegah kerusakan jaringan dan
perubahan bentuk tubuh. Jika keluarga meminta donasi, organ maka tindakan yang
sesuai harus segera dilakukan.
Perawat
memberi kesempatan kepada keluarga untuk melihat tubuh klien. Kesempatan ini
membantu untuk menunjukkan bahwa inilah kesempatan untuk ‘’mengucapkan selamat
tinggal’’ kepada orang yang mereka cintai, terutama sekali keluarga tidak ada
saat erjadi kematian. Jika mereka ragu-ragu, maka perawat harus memberikan
kesempatan untuk memikirkannya.jika keluarga klien memutuskan untuk tidak
melihat tubuh klien maka perawat menghormati keputusan mereka tanpa menghakimi.
Jika keluarga bersedia melihat tubuh klien maka harus ditenangkan bahwa dia
tidak sendirian, perawat dengan senang hati menemani mereka atau mangatur siapa
saja yang akan bersamanya. Perawat harus meluangkan waktu sebanyak mungkin
untuk membantu keluarga yang berduka dan memberi tawaran untuk menghubungi
pelayanan dukungan lain seperti pelayanan sosial dan penasehat sepiritual. Kini
keluarga yang menjadi klien.
Sebelum
keluarga melihat tubuh klien, perawat menyipakan tubuh klien dan ruangan untuk
mengurangi stress dari pengalaman ini. Perawat menyingkirkan benda dan
peralatan dari pandangan. Selang yang terpasang pada klien dilepskan, diklem,
atau dipotong dengan panjang 2,5 cm (1 inci) dari klien dan diplester. Perawatn
selang dan spesimen bergantung pada kebijakan lembaga. Linen yang kotor dan
berserakan dibersihkan. Semprotkan deodorant untuk menghilangkan bau tidak
menyenangkan.
Perawat
menyiapkan tubuh pasien agar nampak sealamiah mungkin dan senyaman mungkin.
Tubuh pasien diletakkan terlentang dengan lengan di smping atau melipat tangan
di atas dada. Perawat meletakkan bantal atau gulungan handuk di bawah kepala
untuk mencegah perubahan warna akibat penggumpalan darah. Kelopak mata biasanya
tertutup jika ditahan selama beberapa detik. Jika hal ini tidak berhasil, bola
kapas lembab akan menahan bola mata tetap menutup.
Perawat
harus memasang gigi palsu pasien untuk mempertahankan gambaran wajah yang
normal. Gulungan handuk dibawah dagu akan menjaga mulut tetapterkatup. Perawat
membersihkan tubuh pasien yang basah dan membalut tubuh pasien dengan gaun yang
bersih, menyisir, menyikat rambut, dan menutupi tubuh sampai bahu dengan linen
bersih. Jika keluarga ingin berpartisipasi maka harus diberikan kesempatan.
Peralatan kain kafan yang mengandung bantalan penyerap diletakkan di bawah
perineal dak rektal untuk untuk menyerap rembesan feses dan urin akibat
sfingter yang rileks. Perawat melepaskan cincin dan memberikan kepada keluarga
bersama dengan benda berharga lainnya. Pada bebrapa lembaga cincin yang
terpasang pada jari klien dibiarkan selama cincin tersebut diplester dengan
kuat.
Setelah
tubuh siap keluarga diundang ke dalam ruangan. Umunya keluarga bisa mengatasi
lebih baik jika tidak sendiri. Perawat atau anggota ke;uarga yang lain harus
mendampingi untuk memberikan dukungan emosi kepada yang lainnya. Perawat bisa
menjadi contoh bagaimana mennjukkan rasa sayang misal dengan memanggil namanya,
dengan lembut mengusap kepalanya atau mengenggam tangannya sambil menyebut
namanya dan ucapkan selamat tinggal. Penting artinya untuktidak memburu-buru
keluarga ketika bersama jenazah.
Setelah
keluarga pergi, sesuai kebijakan rumah sakit, perawat memasang tanda yang
menyebutkan nama dan informasi lainnya pada pergelangan tangan dan pergelangan
kaki atau ibu jari kaki. Gaun dilepaskan, dan tubuh dibungkus kain katun,dalam
kantong besar kain katun. Tanda identifikasi lainnya dipasang pada kantong tersebut,
jika mempunyai penyakit infeksi yang menular, pelabelan husus digunakan untuk
mewaspadakan orang yang mengangkat dan memindahkan jenazah. Jenazah kemudian di
bawa ke kamar mayat,atau pelayanan pemakaman mengambilnya dari kamar klien.
Metode pemindahan tubuh melalui lorong berbeda pada setiap institusi.
Perawat
juga bertanggung jawab melepas semua kepemilikan pribadi jenazah dan
mencatatnya dalam catatan medis. Perawat juga menanyakan kepada keluarga klien
apakah ingin membawa barang milik klien atau memastikan barang milik klien
disertakan dengan jenazah. Jika keluarga telah pergi perawat menghubungi phak
penyelia untuk memastikan tidak ada baju, gigi palsu, tumbuhan, hadiah, helai
rambut, atau benda lainnya yang tertinggal.
6.
PERHATIAN UNTUK PERAWAT
Perawat
yang bekerja dengan pasien krisis juga mengalami dukacita, dukacita adalaah
respon alamiah terhadap kehilangan, dan proses kehilangan memerlukan roses
duka. Ketika perawat mengalami kegagalan dan kehilangan maka perawat akan
mwngalami kehilangan, frustasi, marah rasa bersalah, kesedihan,
ketidakberdayaan, ansietas, depresi dan perasaan yang menumpuk. Perawatan diri
penting untuk dipertahankan. Perawat harus melakukan hal yang dengan apa yang
dilakukan terhadap pasien, dan dan mereka perlu mengalami dukacita karna
kehilangan. Hal ini dilakukan dengan dasar individualisme dan bagian dari
kelompok. Perawat perlu mengembangkan sistem pendukung yang memungkinkan waktu
untuk jauh dari lingkungan pemberi perawatan; kesempatan untuk berbagi perasaan
dalam cara tidak menghakimi, hubungan yang berduka dan penggunaan
penatalaksanaan stres yang memulihkan energi. Kadang institusi memberikan
kesempatan bagi staf untuk bersama-sama untuk mendapatkan dukungan bersama dan
untuk kedekatan dan berduka terhadap kehilangan klien. Peran perawat dalam
merawat menjelang kematian menimbulkan stres. Mereka harus diperhatikan dalam
proses peredaan dari tuntutan tersebut. Dukacita dan stres dapat mengakibatkan
hilangnya kesejahtraan dan kehilangan kemampuan dalam merawat, untuk itu
perawat harus diperhatikan untuk mewati masa ini.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Meskipun Penyelesaian proses duka cita membutuhkan waktu
beberapa bulan atau tahun, Sebagian besar klien berada dibawah perawatan
perawat hanya dalam waktu singkat. Perawat mungkin menjadi frustasi ketika
klien atau keluarganya mulai mengekspresikan dukacita, klien meninggalkan
institusi perawatan kesehatan atau meninggal. Berduka adalah proses individual,
resolusi kehilangan tidak mengikuti urutan proses. Penting artinya bagi klien
untuk mendiskusikan atau berbagi pengalaman kepada orang terdekat. Tujuan yang
ditetapkan bersama klien dan keluarganya menjadi dasar untuk evaluasi :
misalnya, jika salah satu tujuan adalah agar klien mengomunikasikan rasa cinta
dan kasihnya pada keluarga, maka perawat mengevaluasi apakah hal ini telah
terjadi dalam bentuk verbal atau tertulis. Perawaat juga mengamati kualitas
interaksi.
Perawatan
klien menjelang ajal mengharuskan perawat mengevaluasi tingkat kenyamanan
dengan penyakit dan kualitas hidupnya.Keberhasilan evaluasi bergantung sebagian
pada ikatan yang terbentuk dengan klien. Kecuali klien mempercayai perawat,
pengekspresiaan dari perasaan dan kekuatiran yang sebenarnya tidak mungnkin
terjadi. Tingkat kenyamanan klien dievaluasi dengan dasar hasil seperti
penurunan nyeri, kontrol gejala, pemeliharaan fungsi sistem tubuh, dan
ketenangan emosional.
B.
SARAN
Demi
perbaikan proses maupun makalah ini ke depannya, hendaknya kita perlu
memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
·
Menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya
·
Melaksanakan
prinsip sistem kerja yang optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Anderson
KL, Dimond MF : The Experience of
bereavement in older adults, J Adv Nurse 22:308,1995
Benoliel
JQ : Loss And Terminal Illness, Nurse Clin North am 20 : 439, 1985
Dufault
K, Martocchiho BC : Hope : Its Spires and Dimension, Nurse Clin North am 20 :
379, 1985
Langganan:
Postingan (Atom)